JURNAL SKRIPSI: TEMPAT PENAMPUNGAN SEMENTARA (TPS) SAMPAH DI KECAMATAN JEBRES TAHUN 2012
TEMPAT
PENAMPUNGAN SEMENTARA (TPS) SAMPAH
DI
KECAMATAN JEBRES TAHUN 2012
Ririn Wijiastuti
1,*, Hadi 2 dan Ahmad
2
1Program
Pendidikan Geografi PIPS, FKIP, UNS Surakarta,
Indonesia
2
Dosen Program Pendidikan Geografi PIPS, FKIP, UNS Surakarta,
Indonesia
*Keperluan
korespondensi, HP : 085725111589,
e-mail : riringeo8@gmail.com
The objectives of research were: (1) to find out the distribution
of daily rubbish production level catered by TPS in Jebres Subdistrict, (2) to
find out the distribution of local interest scale of rubbish service in Jebres
Subdistrict, and (3) to find out the appropriate location to be the new TPS.
This study uses a spatial descriptive method with kelurahan as its
analysis unit. The kelurahan played dual roles as administrative and analysis
unit all at once delineated based on characteristic similarly thereby providing
new geographic area. The dependent variable was TPS location selection, while
the independent ones were daily rubbish production level catered by TPS and
local interest scale of rubbish service. These variables were represented in
the Maps of Local Function and Area of De Facto Population Density. The
sampling technique used was proportional random sampling. The population used
was entire de facto populations of Jebres Subdistrict as rubbish producer. The
sample taken consisted of 330 respondents in 11 kelurahans. Techniques of
collecting data used were documentation, field observation, and questionnaire.
Techniques of analyzing data used were standardization and map analysis to
provide the maps of TPS Rubbish Productivity in Jebres Subdistrict, of Rubbish
Service Local Interest Scale in Jebres Subdistrict, and of TPS Physical
Compatibility. The result of research was New TPS Recommendation Map in Jebres
Subdistrict.
Keywords: rubbish, location,
temporary disposal place
PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan
yang sering timbul di kota-kota besar adalah tingginya volume timbulan sampah sebagai konsekuensi logis
dari pertumbuhan penduduk yang tinggi. Sampah merupakan hasil sisa kegiatan
manusia yang sudah tidak terpakai dan harus dibuang atau diolah kembali agar
memiliki daya guna baru. Penempatan dan pengelolaan yang kurang tepat merupakan
akar permasalahan persampahan di Indonesia yang hingga saat ini masih belum
dapat teratasi. Berbagai kebijakan yang telah ditetapkan masih dianggap belum
dapat memberikan solusi tepat karena masing-masing wilayah pada dasarnya
memerlukan perlakuan khusus sesuai dengan karakteristik ruangnya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Lund (2001:3.23) “The
composition of solid waste varies dramatically with respect to geography. Waste
composition can vary from city to city, county to county, state to state,
country to country, and even continent to continent.” Hal ini menjadi
fenomena yang menarik karena pemecahan masalahnya unik, disesuaikan dengan
kondisi geografis wilayahnya.
Permasalahan sampah
pada kota-kota besar pada umumnya bersumber pada penempatan tempat penampungan
sampah, khususnya Tempat Penampungan Sementara (TPS) sampah yang belum tepat.
TPS merupakan tempat penampungan sampah dari sumber sampah sebelum diangkut ke
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Pemilihan lokasi TPS pada dasarnya harus
ditetapkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan khusus agar keberadaannya
tidak mengganggu aktivitas penduduk maupun kondisi lingkungan di sekitarnya.
Hal ini sangat penting terutama bagi wilayah perkotaan yang memiliki mobilitas
dan aktivitas yang sangat tinggi namun ketersediaan ruangnya terbatas.
Tingginya aktivitas dan mobilitas yang diikuti dengan pertumbuhan penduduk yang
cepat merupakan penyebab tingginya produksi timbulan sampah.
Geografi sebagai
disiplin ilmu yang memiliki pendekatan keruangan merupakan salah satu sudut
pandang yang dapat diandalkan dalam pemilihan lokasi TPS. Geografi bukan ilmu
segala macam. Tetapi dari kajian materi-substansi yang bermacam-macam,
telaahnya selalu dari perspektif spasial; menghasilkan wilayah-wilayah
geografik yang mencirikan persamaan obyek, fenomena, pola, masalah, potensi,
yang ada di ruang muka bumi sebagai sebentuk persamaan (sekaligus perbedaan)
obyek, fenomena, pola, masalah, potensi (Hadi:http://partosohadi.staff.fkip.uns.ac.id). Ilmu Geografi melalui sudut pandang spasial
merupakan alat yang dapat membantu dalam pemilihan lokasi TPS. Analisis
keruangannya dapat diandalkan dalam pengenalan karakteristik wilayah yang pada
akhirnya dapat dijadikan sebagai acuan dalam penentuan kebijakan pemilihan
lokasi TPS. Pendekatan semacam ini dapat mencakup seluruh unsur-unsur geosfer
di dalam ruang kota yang saling berkaitan dalam menentukan ruang yang mana
dengan karakteristik macam apa yang paling tepat untuk direkomendasikan sebagai
lokasi TPS agar fungsional namun tidak mengganggu lingkungan di sekitarnya.
Kecamatan Jebres merupakan salah satu kecamatan
di Kota Surakarta yang memiliki laju pertumbuhan penduduk paling tinggi.
Kecamatan Jebres sebagai wilayah administratif yang memiliki laju
pertumbuhan penduduk paling tinggi di Surakarta dapat dijadikan prioritas dalam
hal penanganan permasalahan sampah mengingat bahwa jumlah penduduk berbanding
lurus dengan produksi sampah. Tingginya produksi timbulan sampah mengakibatkan kebutuhan
terhadap pemilihan lokasi TPS yang tepat semakin tinggi.
Kecamatan Jebres
merupakan wilayah administratif yang menarik untuk diteliti. Kondisi laju
pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi juga diimbangi dengan variasi
karakteristik penduduk yang unik pula. Keberadaan kampus UNS dan ISI sebagai
magnet para penduduk pendatang merupakan penyebab kondisi tersebut. Munculnya
kluster-kluster permukiman padat penduduk dengan variasi karakteristik
penduduknya yang didominasi oleh mahasiswa pendatang berdampak secara langsung
terhadap produktivitas sampah. Hal ini berdampak pada produksi timbulan sampah,
baik secara kuantitas maupun kualitas. Artinya, jumlah timbulan sampah yang
dihasilkan sangat tinggi dengan variasi komposisi sampah yang khusus pula. Hal
ini merupakan pembeda yang paling mencolok jika dibandingkan dengan kecamatan
lain di Kota Surakarta. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian di Kecamatan Jebres.
Dari
latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Bagaimana
sebaran tingkat produksi sampah harian terlayani TPS di Kecamatan Jebres?
2.
Bagaimana sebaran skala kepentingan daerah pelayanan sampah di
Kecamatan Jebres?
3.
Dimana lokasi yang
tepat untuk dijadikan TPS baru?
Berdasarkan
perumusan masalah dapat dijelaskan bahwa tujuan penelitian adalah :
1. Untuk
mengetahui sebaran tingkat produksi
sampah harian terlayani TPS di Kecamatan Jebres.
2.
Untuk mengetahui sebaran skala kepentingan daerah pelayanan sampah di
Kecamatan Jebres.
3.
Untuk mengetahui lokasi
yang tepat untuk dijadikan TPS baru.
Pada
hakekatnya, fenomena geosfer yang melibatkan interaksi antar unsur-unsur di
dalamnya dapat dikaji melalui analisis spasial karena semua proses tersebut
berlangsung di dalam suatu ruang dengan pola-pola tertentu. Pola-pola tersebut
dapat diilustrasikan dalam distribusi spasial yang unik.
Analisis keruangan
menurut Bintarto dan Hadisumarno (1978: 12) mempelajari perbedaan lokasi
mengenai sifat-sifat penting atau seri sifat-sifat penting.
Menurut
UU No. 18 Tahun 2008 Pasal 1 ayat (1), definisi sampah adalah sisa kegiatan
sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Tempat penampungan sementara
(TPS) sampah adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang,
pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. Berikut ini adalah klasifikasi
TPS menurut SNI 03-3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman:
Tabel 1. Klasifikasi
TPS
Sarana
|
TPS Tipe I (m2)
|
TPS Tipe II (m2)
|
TPS Tipe III (m2)
|
Ruang
pemilahan
|
√
|
10
|
30
|
Gudang
|
√
|
50
|
100
|
Tempat
pemindahan sampah dengan container
|
√
|
60
|
60
|
Pengomposan
sampah organik
|
-
|
200
|
800
|
Luas
lahan
|
± 10-50
|
± 60-200
|
>200
|
Damanhuri (2011:29)
menyebutkan metode pengukuran timbulan sampah yang paling efektif dan efisien
dalam penentuan lokasi sampah adalah pengukuran timbulan sampah langsung di
TPS. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menghitung
jumlah alat pengangkut sampah harian
2. Menghitung kapasitas volume alat pengangkut sampah
harian
3. Menghitung
intensitas pengangkutan sampah ke TPS
4. Menghitung
produktivitas sampah harian terlayani dengan rumus:
Produksi sampah=jumlah alat
pengangkut x intensitas pengangkutan
SNI
19-2454-2002 Tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan,
penentuan tingkat daerah pelayanan sampah dilakukan dengan pengharkatan parameter berikut ini:
Tabel 2. Penentuan Skala Kepentingan
Daerah Pelayanan
No.
|
Parameter
|
Bobot
|
Nilai
| |
Kerawanan sanitasi
|
Potensi ekonomi
| |||
1.
|
Fungsi dan nilai daerah:
|
3
| ||
a.daerah di jalan protokol/pusat kota
|
3
|
4
| ||
b.daerah komersil
|
3
|
5
| ||
c.daerah perumahan teratur
|
4
|
4
| ||
d.daerah industri
|
2
|
4
| ||
e.jalan, taman, dan hutan kota
|
3
|
1
| ||
f.daerah perumahan tidak teratur
|
5
|
1
| ||
2.
|
Kepadatan penduduk
|
3
| ||
a.50 - 100 jiwa/ha (rendah)
|
1
|
4
| ||
b.100-300 jiwa/ha (sedang)
|
3
|
3
| ||
c.>300 jiwa/ha (tinggi)
|
5
|
1
| ||
3.
|
Daerah pelayanan
|
3
| ||
a.yang sudah dilayani
|
5
|
4
| ||
b.yang dekat dengan yang sudah dilayani
|
3
|
3
| ||
c.yang jauh dari daerah pelayanan
|
1
|
1
| ||
4.
|
Kondisi lingkungan
|
2
| ||
a.Baik (sampah dikelola, lingkungan bersih)
|
1
|
1
| ||
b.Sedang (sampah dikelola, lingkungan kotor)
|
2
|
3
| ||
c.Buruk (sampah tidak dikelola, lingkungan kotor)
|
3
|
2
| ||
d.Buruk sekali (sampah tidak dikelola, lingkungan sangat kotor),
daerah endemis penyakit menular
|
4
|
1
| ||
5.
|
Tingkatan pendapatan penduduk
|
2
| ||
a.Rendah
|
5
|
1
| ||
b.Sedang
|
3
|
3
| ||
c.Tinggi
|
1
|
5
| ||
6.
|
Topografi
|
1
| ||
a.Datar/rata
(kemiringan <5%)
|
2
|
4
| ||
b.Bergelombang
(kemiringan 5-15%)
|
3
|
3
| ||
c.Berbukit/curam
(kemiringan >15%)
|
3
|
1
| ||
JUMLAH SKOR
| ||||
TOTAL
| ||||
PRIORITAS PELAYANAN
|
Pemilihan lokasi TPS dilakukan dengan
menerapkan teori lokasi. Konsep pemilihan lokasi mencakup beberapa pilihan
menurut Sanders (http://sgo.pccu.edu.tw diakses
pada 16 Oktober 2012), yaitu:
1.
Don’t move, expand an
existing facility.
2.
Maintain current
sites, add another facility.
3.
Close an existing
facility and move to another location
Berdasarkan
UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 14 dinyatakan
bahwa jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. dari penjelasan tersebut, tingkat pendidikan
atau jenjang pendidikan terdiri dari: a) tingkat pendidikan dasar, meliputi SD, SMP/MTs
dan program Kejar Paket C yang sederajat dengan SD, Kejar Paket B yang
sederajat dengan SMP, b) tingkat pendidikan menengah meliputi SMU, SMK, Sekolah
Kedinasan dan Sekolah Menengah Luar Biasa, c) tigkat perguruan tinggi, jenjang
pendidikan di atas pendidikan menengah yang meliputi tingkat Diploma, sarjana di Perguruan
Tinggi.
Dalam
penelitian ini, pendidikan dilihat dari jumlah tahun pendidikan yang telah
ditempuh penambang. Menurut Inkeles and Smith (1974) dalam Agbo S.A (2005:6),
mengatakan bahwa: “In large-scale complex
societies no attribute of the person predicts his attitudes, values and
behavior more consistently or more
powerfully than the amount of schooling he has received”. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa untuk memprediksi nilai, sikap, dan perilaku seseorang
dapat dilihat dari jumlah pendidikan yang telah diterima atau ditempuh.
Sumardi
dan Hans Dieter Evers (1995: 20) mengemukakan bahwa, “Penghasilan adalah jumlah
penerimaan baik berupa uang maupun barang, baik dari pihak lain maupun hasil
sendiri, dengan jalan dinilai dengan sejumlah uang atau harga yang berlaku pada
saat itu”.
Menurut
Thoha (1983: 141) berpendapat bahwa,
“Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang
di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan,
pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman”.
Siahaan
(1985: 2) berpendapat bahwa, “Lingkungan hidup adalah semua benda, daya, dan
kondisi yang terdapat dalam suatu tempat atau ruang tempat manusia atau makhluk
hidup berada dan mempengaruhi hidupnya”.
Berdasarkan
uraian di atas, maka yang dimaksud dengan persepsi penambang emas terhadap
kelestarian lingkungan hidup adalah suatu pandangan atau penilaian seseorang yang
melakukan usaha untuk mendapatkan bahan tambang emas terhadap lingkungan
sekitar tempat bekerja agar tercipta keseimbangan lingkungan hidup.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif spasial, yaitu metode
yang menyajikan semua variabel penelitian dalam bentuk peta. Metode ini digunakan
untuk menganalisis sebaran tingkat
produksi sampah harian terlayani di TPS, tingkat kepentingan daerah pelayanan
sampah dan pemilihan lokasi TPS di Kecamatan Jebres.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat produksi sampah harian terlayani dan tingkat kepentingan
daerah pelayanan sampah, sedangkan variabel terikatnya adalah pemilihan lokasi TPS. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan kuesioner,
observasi lapangan, dan dokumentasi.
Sebaran tingkat
produksi sampah harian terlayani di TPS dihitung berdasarkan kapasitas alat
angkut dan intensitas pengangkutan sampah ke TPS. Data tersebut selanjutnya
dibandingkan dengan produksi sampah faktual berdasarkan jumlah penduduk de facto, sehingga diketahui kebutuhan
volume sampah yang belum terlayani dan menghasilkan Peta Produktivitas Sampah TPS
di Kecaatan Jebres Tahun 2012. Sebaran tingkat kepentingan daerah pelayanan
sampah ditentukan dengan pengharkatan terhadap parameter fungsi dan nilai
daerah, kepadatan penduduk, daerah pelayanan, kondisi lingkungan, tingkatan
pendapatan penduduk, dan topografi. Hasilnya berupa Peta Sebaran Tingkat
Kepentingan Daerah Pelayanan Sampah Kecamatan Jebres Tahun 2012. Pemilihan
lokasi TPS di Kecamatan Jebres ditentukan dengan analisis peta. Buffering terhadap jalan lokal dan arteri serta
sungai menghasilkan Peta Kesesuaian Fisik TPS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa
sebaran tingkat produksi sampah harian terlayani menghasilkan Peta
Produktivitas Sampah Kecamatan Jebres Tahun 2012. Sebaran tingkat produksi sampah harian terlayani di TPS
dihitung berdasarkan kapasitas alat angkut dan intensitas pengangkutan sampah
ke TPS. Hasil perhitungan tingkat produktivitas sampah harian terlayani adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Tingkat Produktivitas Sampah
Harian Terlayani Kecamatan Jebres
No.
|
Nama TPS
|
Alat Pengangkut
|
Intensitas Pengangkutan ke TPS
|
Volume sampah (m3)
|
Klasifikasi
| |
Gerobak
|
Motor
| |||||
1.
|
Mojosongo
|
10
|
1
|
3
|
46,8
|
Tinggi
|
2.
|
Nlipakan
|
10
|
1
|
3
|
46,8
| |
3.
|
Sariwarna
|
14
|
-
|
2
|
42
| |
4.
|
Ringin Semar
|
8
|
-
|
3
|
36
| |
5.
|
Jonasan
|
10
|
-
|
2
|
30
|
Sedang
|
6.
|
Jurug
|
5
|
3
|
3
|
27,9
| |
7.
|
Tanggul
|
6
|
1
|
3
|
27
| |
8.
|
UNS
|
7
|
-
|
2
|
21
|
Rendah
|
9.
|
Batoar
|
7
|
-
|
1
|
10,5
| |
10.
|
Rc-Kedung Tungkul
|
7
|
-
|
1
|
10,5
|
Total
keseluruhan jumlah timbulan sampah terlayani di TPS di Kecamatan Jebres adalah
298,5 m3. Data hasil observasi tersebut menunjukkan adanya timbulan
sampah dalam ukuran volume tertentu yang masih belum terlayani. Analisis
terhadap jumlah produksi sampah yang terlayani dapat dijadikan acuan untuk
memperkirakan jumlah timbulan sampah yang belum terlayani. Pengukuran dapat
dilakukan dengan menghitung selisih antara jumlah timbulan sampah harian secara
keseluruhan dengan jumlah timbulan sampah terlayani. Jumlah timbulan sampah
harian dihitung dengan menggunakan rumus:
Timbulan
sampah = jumlah penduduk de facto x
2,5 L *)
Keterangan :
*) produksi
sampah rata-rata per orang/hari
Data
survei dan dokumentasi data sekunder Bank data kelurahan bulanan menunjukkan jumlah penduduk de facto yang lebih valid. Berikut ini adalah hasil perhitungan
produksi sampah harian faktual berdasarkan jumlah penduduk de facto:
Tabel 2. Tingkat Produksi Sampah Harian
Faktual Kecamatan Jebres
No.
|
Kelurahan
|
Jumlah penduduk
|
Produksi Sampah Faktual (m3)
|
1.
|
Mojosongo
|
48.563
|
121,4
|
2.
|
Kepatihan
Kulon
|
2.536
|
6,3
|
3.
|
Jebres
|
44.268
|
110.7
|
4.
|
Pucang
Sawit
|
13.732
|
34,3
|
5.
|
Kepatihan
Wetan
|
3.094
|
7,7
|
6.
|
Purwodiningratan
|
4.837
|
12
|
7.
|
Sewu
|
8.070
|
20,1
|
8.
|
Tegalharjo
|
5.106
|
12,7
|
9.
|
Jagalan
|
12.443
|
31,1
|
10.
|
Sudiroprajan
|
3.780
|
9,4
|
11.
|
Gandekan
|
3.533
|
8,8
|
Perbandingan antara produksi sampah harian terlayani
dan faktual akan menghasilkan analisa produksi sampah harian yang belum
terlayani. Hal ini menunjukkan kebutuhan terhadap ketersediaan TPS baru yang
disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 3. Analisa Produksi Sampah yang
Belum Terlayani
Produksi
sampah terlayani
di
TPS
|
Produksi
sampah secara keseluruhan
|
Produksi
sampah yang belum terlayani
|
298,5
m3
|
374,5
m3
|
76
m3
|
Sebaran tingkat kepentingan daerah pelayanan sampah
ditentukan dengan pengharkatan terhadap parameter fungsi dan nilai daerah,
kepadatan penduduk, daerah pelayanan, kondisi lingkungan, tingkatan pendapatan
penduduk, dan topografi. Peta Fungsi dan Nilai Daerah Kecamatan Jebres Tahun
2012 menunjukkan bahwa Kelurahan Keptaihan Kulon, Kepatihan Wetan, Gandekan,
Sewu, Pucang Sawit, Jagalan, Purwodiningratan, Tegalharjo, Jebres dan Mojosongo
memiliki fungsi dan nilai daerah perumahan tidak teratur, sedangkan Kelurahan
Sudiroprajan memiliki fungsi dan nilai daerah komersil. Peta Kepadatan Penduduk
De Facto Kecamatan Jebres Tahun 2012 menunjukkan bahwa Kelurahan Mojosongo
memiliki kepadatan penduduk de facto
rendah, sedangkan Kelurahan Jebres memiliki kepadatan tinggi, serta 9 kelurahan
lainnya memiliki kepadatan sedang. Daerah yang sudah dilayani adalah Kelurahan
Gandekan, Tegalharjo, Jebres, dan Mojosongo, sedangkan daerah yang dekat dengan
yang sudah dilayani adalah Kelurahan Kepatihan Kulon, Kepatihan Wetan, Sudiroprajan,
Sewu, Pucang Sawit, dan Purwodiningratan. Kondisi lingkungan buruk terdapat di
Kelurahan Kepatihan Kulon, Purwodiningratan, Tegalharjo, Jebres, dan Mojosongo,
sedangkan 6 kelurahan lainnya memiliki kondisi lingkungan sedang. Tingkatan
pendapatan penduduk tinggi terdapat di Kepatihan Wetan, Pucang Sawit, Jebres,
dan Mojosongo, sedangkan Kelurahan Kepatihan Kulon, Sewu, Purwodiningratan, dan
Tegalharjo memiliki tingkat pendapatan sedang. Kelurahan Sudiroprajan dan
Gandekan memiliki tingkat pendapatan rendah. Topografi bergelombang terdapat di
Kelurahan Jebres dan Mojosongo, sedangkan 9 kelurahan lainnya memiliki
topografi datar. Seluruh parameter tersebut dianalisa menggunakan pengharkatan
yang menghasilkan Peta
Sebaran Tingkat Kepentingan Daerah Pelayanan Sampah Kecamatan Jebres Tahun 2012. Peta tersebut menunjukkan bahwa Kelurahan Jebres, Jagalan,
Sudiroprajan, dan Gandekan merupakan
daerah pelayanan sampah dengan prioritas tinggi. Kelurahan Mojosongo dan
Tegalharjo merupakan daerah pelayanan sampah dengan prioritas sedang. Daerah
pelayanan dengan prioritas rendah adalah Kelurahan Kepatihan Kulon, Kepatihan
Wetan, Purwodiningratan, Sudiroprajan, Sewu, dan Pucang Sawit.
Peta Kesesuaian Fisik TPS di Kecamatan Jebres Tahun 2012 merupakan hasil analisa
buffering terhadap sungai, jalan arteri dan lokal. Berdasarkan peta tersebut
diketahui bahwa
penambahan TPS baru diperlukan untuk mencukupi kebutuhan penampungan sampah
sebesar 76 m3. Jumlah TPS baru yang dibutuhkan adalah sebanyak 2
unit TPS tipe I di Kelurahan Sudiroprajan dan Gandekan sebagai kelurahan yang
memiliki skala prioritas daerah pelayanan sampah tinggi yang belum memiliki TPS.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan
hasil penelitian ini adalah sebagai berikut
:
1.
Peta
Produktivitas Sampah TPS di Kecaatan Jebres
Tahun 2012 menunjukkan jumlah produksi sampah harian
terlayani TPS di Kecamatan Jebres diketahui sebesar 298,5 m3 yang
tersebar di 10 TPS, yaitu Kelurahan Mojosongo (46,8 m3), Nlipakan (46,8
m3), Sariwarna (42 m3), dan Ringin Semar (36 m3)
dengan tingkat produksi tinggi. TPS dengan klasifikasi tingkat produksi sampah
harian terlayani sedang adalah TPS Jonasan (30 m3), sedangkan TPS
Jurug (27,9 m3), dan Tanggul (27 m3) termasuk dalam
klasifikasi tingkat produksi sampah harian terlayani rendah. Tingkat produksi
sampah penduduk de facto Kecamatan
Jebres adalah 374,5 m3. Selisih antara produksi sampah harian
terlayani TPS dan produksi sampah faktual sebesar 76 m3. Jadi,
kebutuhan TPS penduduk Kecamatan Jebres adalah kapasitas sebesar 76 m3
setiap hari.
2.
Peta Sebaran Tingkat
Kepentingan Daerah Pelayanan Sampah Kecamatan Jebres Tahun 2012 menunjukkan
bahwa Kelurahan Jebres, Jagalan, Sudiroprajan, dan Gandekan merupakan daerah pelayanan sampah dengan
prioritas tinggi. Kelurahan Mojosongo dan Tegalharjo merupakan daerah pelayanan
sampah dengan prioritas sedang. Daerah pelayanan dengan prioritas rendah adalah
Kelurahan Kepatihan Kulon, Kepatihan Wetan, Purwodiningratan, Sudiroprajan,
Sewu, dan Pucang Sawit.
3.
Peta kesesuaian
fisik TPS di Kecamatan Jebres Tahun 2012 menunjukkan bahwa Penambahan
TPS baru diperlukan untuk mencukupi kebutuhan penampungan sampah sebesar 76 m3
. jumlah TPS baru yang dibutuhkan adalah sebanyak 2 unit TPS tipe I di
Kelurahan Sudiroprajan dan Gandekan sebagai kelurahan yang memiliki skala
prioritas daerah pelayanan sampah tinggi yang belum memiliki TPS.
Saran
Dalam rangka turut menyumbangkan pemikiran-pemikiran yang
berkenaan dengan pemilihan lokasi TPS di Kecamatan Jebres, maka berdasarkan
hasil penelitian ini terdapat beberapa saran sebagai berikut:
1.
Pemahaman spasial terhadap
karakteristik ruang dapat diaplikasikan dalam mengatasi permasalahan yang
berhubungan dengan pemilihan lokasi.
2.
Pemilihan lokasi
TPS baru hendaknya memperhatikan skala
prioritas daerah pelayanan dan kesesuaian fisik wilayahnya.
3.
Kesadaran dan kepedulian
terhadap kebersihan lingkungan harus ditingkatkan agar permasalahan sampah
semakin berkurang.
4.
Penelitian
berikutnya diharapkan dapat mengkaji pemilihan lokasi TPS secara lebih detail
dengan variabel dan parameter yang lebih lengkap hingga detail sistem
pengolahan sampah di TPS yang sesuai dengan karakteristik wilayah penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Bintarto, R dan Hadisumarno,
Surastopo. 1991. Metode Analisa Geografi. Jakarta : LP3ES
Damanhuri, Enri dan Padmi, Tri. 2011. Teknologi Pengelolaan Sampah. Bandung : ITB
Lund, Herbert.2001. The
McGraw-Hill Recycling Handbook. New York : McGraw-Hill
SNI 03-3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman
SNI 19-2454-2002
Tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan
Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Hadi, Partoso. 2012. Prodi P.
Geografi. Blog; http://partosohadi.staff.fkip.uns.ac.id
diakses Bulan Maret 2012
Komentar
Posting Komentar